Setengah berlari naira menuju kearah halte bus saat merasakan setitik demi setitik air yang menetes dari langit. Tepat saat kakinya menginjakan lantai halte rintik gerimis telah berubah menjadi hujan deras. Untung saja ia cepat. Andai ia terlambat lima menit saja, bisa di pastikan ia pasti akan kembali terbaring di rumah sakit tidak kurang dari seminggu.
Sambil
terus memandangi rintik hujan yang turun angan naira melayang. Hujan..... hal
yang paling disukai oleh sahabatnya namun justru malah menjadi musuh terbesar
dalam hidupnya. Sejak kecil ia memang memiliki tubuh yang rentan. Bahkan
sedikit gerimis sudah cukup untuk nya terbaring tak berdaya.
Entah
sudah berapa lama naira berdiri memperhatikan hujan. Ia juga tidak tau. Yang ia
tau seperti biasa. Kini wajahnya telah basah. Tentu saja bukan karena hujan.
Atap yang menaunginya sudah lebih dari cukup untuk menjaganya. Justru air itu
malah jatuh dari mata beningnya. Hujan memang selalu memberikan kenangan
tersendiri dalam hidupnya. Kenangan paling menyakitkan sekaligus paling
membahagiakan namun tidak akan pernah di lupakan dalam hidupnya.
“Hatshim...”
Naira
menoleh. Ia baru menyadari kalau ternyata ia tidak sendirian di sana. Dengan
cepat di usapnya air mata yang ada diwajahnya. Menundukan wajah sebelum melemparkan
senyuman di bibir kearah sosok yang berdiri tak jauh darinya yang kini memang
sedang menatapnya tak berkedip.
Tak
lama berselang. Hujan pun reda. Dengan cepat naira bangkit berdiri. Ia harus
cepat – cepat ke kampusnya. Masih ada waktu 30 menit untuk masuk mata kuliah
kedua. Namun sebelum pergi sekali lagi ia melemparkan senyuman dibibirnya.
Senyuman tulus yang selalu mampu membuat orang – orang yang melihatnya ikut
tersenyum. Tak terkecuali orang itu..........
Cerpen romantis | Rainbow After Rain
Karena
kebetulan ia memang mengambil jurusan sastra tak heran jika Naira lebih sering
bergulat dengan buku – buku. Kebetulan libur naira segaja mengunjungi
perpustakaan kota. Hampir seharian ia berada di sana. Jika di tanya tempat apa
yang paling ia sukai, maka tanpa pikir panjang ia akan langsung menjawab
perpustakaan. Tempat dimana susana tenang namun mengasikan. Setidakknya itu
menurutnya. Ketika sedang asik menikmati bacaannya tiba – tiba perut nya terasa
lapar. Ditutup buku yang dibaca dan
segera bangkit berdiri. wajar saja , Jam yang melingkar di tangan sudah
menunjukan pukul 13 siang. Sementara Dari pagi tadi perutnya hanya di isi
sepotong roti dan segelas teh hangat.
Tepat
saat ia berbelok dari lorong – lorong rak yang berjejer tingga, dari lorong
sebelah ternyata juga ada seseorang yang juga ingin lewat secara bersamaan.
Kebetulan ia membawa banyak tumpukan buku yang rencananya akan ia pinjam . Dan
akibat tubrukan barusan buku – bukunya segera jatuh berserakan.
“Aduh
maaf”.
Naira
tidak menjawab atau pun menoleh. Tangannya dengan ringkas mengumpulkan buku –
bukunya. Saat tangan nya ingin meraih sebuah buku yang terakhir pada saat yang
bersamaan tangan yang lain berniat untuk melakukan hal yang sama. Reflek naira
mendongak matanya langsung menatap wajah dengan mata bening yang kini sedang
menatapnya dengan jarang kurang dari waktu kurang dari sejengkal.
“Maaf,
apa kau baik – baik saja”
“He?”
Naira mengernyit heran. “Oh, iya. Aku tidak apa – apa” Sambung naira lagi.
Dalam hati tak henti memaki dirinya
sendiri. Bagaimana bisa di saat ini ia malah terpesona dengan sepasang mata
hitam yang ada di hadapannya. Astaga, ia pasti sudah gila.
“Kau...”
Naira terdiam, bola matanya menatap
sosok yang ada di hadapannya dengan seksama.
“Kenapa?. Apa kita pernah ketemu
sebelumnya?. Atau apakah kita sudah saling kenal?” tanya Naira akhirnya.
“Oh tidak. Bukan. Mungkin kita memang
pernah bertemu tapi kita tidak saling mengenal”.
Naira tersenyum maklum. Dan berniat
untuk langsung pergi jika saja terlinganya tidak terlebih dahulu mendengar
kelanjutan kalimat dari peria itu.
“Tapi sepertinya tiada salahnya kalau
kita saling mengenal. Kenalin, Steven” kata pria yang mengaku bernama steven
itu sambil mengulurkan tangan.
Naria terdiam. Walau merasa sedikit ragu
namun pada akhirnya tanggannya juga terulur menyambut uluran tangan di
hadapannya.
“Naira”.
“Naira, Senang bisa berkenalan dengan
mu”.
“Aku juga” Balas Naira berbasa – basi.
“Mau makan siang bersama?”.
“Ha?”....
Cerpen romantis | Rainbow After Rain
Naira
juga tidak tau pikiran apa yang merasuk di kepalanya sehingga dengan santainya
ia menyetujui tawaran steven. Sepertinya perutnya terlalu lapar sehingga
otaknya tidak bergungsi dengan baik. -,-
Sambil
menunggu pesanannya datang, keduanya duduk dalam diam. Naira sendiri tidak tau
bagaiman memulai pembicaraannya. Ayolah, Bukan ia yang harus memulai
permbicaraan bukan?.
“Apa
Kau memang suka membaca?”.
“He?”
Naira segera menoleh. Mendapati wajah Steven yang sedang menatapnya.
“Oh,
Suka. Maksut ku sangat”.
“Oh
ya?”.
Naira
mengangguk mantap. Steven terdiam sambil berpikir untuk sejenak sebelum
mulutnya kembali terbuka untuk bertanya.
“Apa
yang paling suka loe baca?”.
“Semuanya”
Balas Naira lagi.
“Benarkah?”
Steven pasang tampang tak percaya. “Kenapa?”
“E...
kenapa ya?. Alasannya Banyak si
sebenernya”.
“aku
boleh tau?” tanya steven lagi.
“kau
tertarik mendengarnya?” Naira balik bertanya.
Kali
ini Steven mangangguk penuh minat.
“Sebelum
aku jawab, Apa aku boleh bertanya. Apa kau tau perintah pertama yang Allah
turunkan kepada nabi?”.
“Em.....
Iqro?”.
“Yups.
Nah kau tau kan apa artinya?. ‘Bacalah’. Sekarang aku mau nanya lagi. Apa yang
harus di baca?”.
“Tentu
saja Al-Quran” Balas Steven cepat.
Naira
sedikit tersenyum simpul sambil mengeleng pelan. “Waktu itu kan Al-Quran nya
aja belum di turunkan lantas apa yang harus di baca?”.
Kali
ini Steven terdiam. Sibuk mencerna apa yang gadis itu ucapakan. Perlahan
kepalanya mengangguk membenarkan.
“Jadi
menurut mu apa yang harus di baca?”.
“Al-Quran.
Itu pastinya. Tapi menurut ku mungkin Tuhan punya perintah yang lebih mendalam
dan lebih luas seandainya kita mau lebih menggalinya. Dan masih Menurut ku, Membaca itu tidak harus berbentuk buku atau
pun tulisan. Misalnya, Kita bisa membaca
situasi , Kehidupan bahkan kita juga bisa Gejala alam. Selain itu seperti kata
orang – orang bijak. ‘Membaca ada lah jendela dunia’. Kalau kau ingin melihat
dunia, cukup buka jendela rumah mu. Kau akan tau bahwa hari sedang hujan saat
melihat air yang jatuh dari langit tanpa perlu kau berdiri di bawahnya. Kau
tidak perlu mengalami sesuatu untuk tau bagaimana rasanya, cukup dengan
mengetahuinya. Dan kebanyakan ilmu yang kudapat
juga dari membaca”.
“Benarkah?.
Sepertinya masuk akal”.
“Tentu
saja. Walau bagaimana pun aku kan manusia masa kini. Semua yang ku katakan
harus masih berdasarkan logika”.
“He he” Steven tak mampu menahan kekehan nya
saat mendapati wajah cemberut Naira saat mengatakan kalimatnya barusan.
Dan
sebelum mulut steven kembali terbuka sang pelayan sudah terlebih dahulu
menginterupsinya. Mengantar pesanan makanan mereka. Mau tak mau permbicaraan di
hentikan sejenak. Namun sambil makan sesekali
mereka masih sedikit mengobrol ringan. Dan steven sudah bisa
menyimpulkan kalau ia tidak akan pernah bosan berada di samping gadis itu.
0 komentar:
Posting Komentar